Yeremia 9:23-24 Bagian pertama – Hal yang Paling Penting

Kita harus mempertahankan prioritas kita, yang utama untuk memahami dan mengenal Tuhan

Yeremia 9:23–24 – Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”

Yeremia menyatakan bahwa hal yang paling penting bagi kita adalah mengenal dan memahami Allah. Tidak ada satu pun di dunia ini yang lebih penting daripada mengenal Allah. Dalam membaca kata-kata Yeremia, saya kagum bahwa tidak ada yang berubah selama 2500 tahun terakhir. Hari ini orang-orang masih mengejar hal-hal duniawi seperti kebijakan, kekuasaan dan kekayaan dibandingkan Allah. Kita melihat orang-orang mengejar kebijakan, pengetahuan dan informasi. Kita melihat orang-orang mengejar posisi demi kekuasaan, baik dalam bisnis dan  dunia poltik. Kita melihat orang-orang mengejar kemakmuran dan kekayaan, menghasilkan uang sebanyak yang mereka bisa dan iri hati terhadap orang lain yang mempunyai lebih.

Kita ingin menjadi Tuhan

Bagi banyak orang, semua ini dilakukan dalam mengejar hawa nafsu untuk menjadi nomor satu,  menjadi yang teratas, menjadi atasan, pada dasarnya menjadi seperti Allah. Ini menarik bahwa dari ketiga hal ini – kebijakan, kekuasaan dan kekayaan – ditemukan di dalam Allah. Dan Dia memiliki hal-hal ini dalam ukuran yang tidak terbatas. Hanya Allah yang memiliki semua kebijakan, hanya Allah yang berkuasa, dan segala sesuatu di dalam semesta adalah milikNya, membuat Dia kaya tidak terbatas. Dalam mengejar hal-hal ini, kita mengejar pencarian kita untuk menjadi seperti Allah, atau lebih tepatnya – menjadi Allah. Pengejaran kebijakan ini, kekuasaan dan kekayaan tampaknya menjadi bagian dari kejatuhan dosa manusia yang jelas dalam semua budaya dan setiap saat dalam sejarah. Ini adalah silang budaya sama seperti lintas generasi. Tidak peduli kemanapun Anda pergi di dunia ini, kapanpun dalam sejarah, pengejaran hal-hal ini adalah jelas.

Di dunia yang penuh dengan kesulitan dan penderitaan, kita berusaha untuk meminimalisasi resiko dan mengendalikan lingkungan kita dengan mengumpulkan hal-hal seperti kebijakan, kekuasaan dan kekayaan. Dunia mengajarkan kita bahwa jika kita mengumpulkan hal-hal ini kita dapat meminimalisasi penderitaan kita dan mengalami kehidupan yang kita dambakan. Tetapi keselamatan dan keamanan yang sejati ditemukan di dalam Allah. Segala sesuatunya dapat diambil, bahkan dalam sekejap. Kebijakan dapat lenyap melalui kepala yang terluka atau penyakit yang melemahkan, atau bahkan perlahan-lahan berkurang dalam tahun-tahun terakhir kita. Kekuatan fisik dapat hilang dalam sekejap melalui kecelakaan atau kelemahan dan perlahan-lahan berkurang selama bertahun-tahun. Kekuasaan politik dan pengaruhnya terhadap orang lain dapat datang dan pergi. Satu menit kita adalah atasan, dan berikutnya kita dilupakan. Kekayaan dan kemakmuran dapat dikumpulkan cukup cepat, tetapi kemudian melalui pencurian, penipuan, pengkhianatan atau bencana ekonomi dapat hilang secara cepat. Satu-satunya yang bertahan, satu-satunya yang aman di dunia ini dan tidak bisa diambil dari kita adalah Allah sendiri. Dia adalah sumber sejati keamanan dan keselamatan. Inilah sebabnya mengapa kita harus memperlakukan Allah dengan nilai tertinggi dan paling penting. Inilah sebabnya mengenal dan memahami Allah lebih penting daripada memperoleh kebijakan, kekuasaan dan kekayaan.

Sebagai anak-anak Allah, kita perlu belajar bahwa Dialah sumber dari semua yang kita butuhkan. Kita harus belajar untuk mempercayai Dia sepenuhnya.  Ini berlaku kembali ketika manusia di Taman Eden menolak mempercayai Allah, mempercayai kata-kata atau pendapatNya, dan mempercayai Allah sebagai sumber kehidupan.  Manusia malah memilih untuk percaya pada pendapatnya sendiri, kebijakannya sendiri, kekuatannya sendiri dan bahwa dia bisa menjadi sumber kehidupannya sendiri.  Sebagai hasilnya, manusia mengejar kebijakan, kekuasaan dan kekayaan untuk mencapai keselamatan, keamanan, kehidupan yang dia dambakan. Tetapi kebenarannya adalah mustahil untuk mencapai hal-hal ini secara terpisah dari Allah.

Apa prioritas kita?

Sekarang tidak ada kejahatan yang melekat pada kebijakan, kekuasaan dan kekayaan. Kenyataannya banyak Pengkhotbah yang menantang kita untuk mengejar hikmat. Tetapi pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri kita sendiri dimana hal-hal ini kita tempatkan dalam kehidupan kita? Jika mereka adalah tujuan utama dalam kehidupan kita, jika mereka adalah nomor satu dalam kehidupan kita, pada dasarnya mereka telah menjadi allah-allah kita atau berhala-berhala yang kita sembah, kemudian mereka menjadi sesuatu yang jahat dan menghancurkan. Tetapi jika Allah adalah nomor satu di dalam kehidupan kita dan kita hidup dalam penyerahan diri kepada Allah dan rencanaNya bagi kita, lalu kita mengijinkan Dia untuk membawa hal-hal ini ke dalam kehidupan kita sesuai dengan keinginanNya. Itu mungkin keinginan Allah untuk kita pergi ke universitas, bahwa kita mendapatkan gelar S2, atau bahkan S3, tetapi mungkin juga bukan keinginanNya.

Itu mungkin keinginan Allah bahwa kita mencapai posisi yang berkuasa di dalam bisnis atau dunia politik, tetapi mungkin juga bukan. Saya terkesan dari Alkitab bahwa beberapa orang percaya yang mempunyai kekuasaan politik bahkan tidak berusaha untuk mengejarnya. Pria seperti Daniel dan Yusuf mempunyai hati yang berkomitmen untuk mengikuti Tuhan dan diangkat ke posisi kekuasaan politik karena kebijakan dan integritas mereka (hal-hal yang menurut Allah sendiri telah berkembang di dalam diri mereka), bukan karena mereka mengejar posisi-posisi ini. Mereka menunjukkannya melalui kehidupan mereka bahwa mengenal Allah dan hidup dalam penyerahan diri kepadaNya adalah hal yang paling penting bagi mereka. Kita dapat juga melihat melalui contoh Daniel dan Yusuf, tangan Allah bekerja di balik layar untuk mengatur mereka untuk bergerak menuju posisi yang berkuasa.  Itu bukan berdasarkan usaha manusia dan keinginan untuk berkuasa.

Itu mungkin keinginan Allah agar kita menjadi kaya, tetapi mungkin keinginan Allah agar kita mempunyai cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apa pun situasi kita, mengenai semua hal ini, Allah harus menjadi nomor satu dalam kehidupan kita – bukan kebijakan, bukan kekuasaan, bukan kekayaan.

Kita harus berhenti menjadi tuhan kita sendiri dan mulai mengenal dan mempercayai Tuhan yang benar

Kita juga dapat melihat bahwa hal-hal ini datang dan pergi dalam kehidupan kita dan dapat berkurang dari waktu ke waktu. Jika Allah adalah nomor satu dalam kehidupan kita, kita akan mengijinkan Dia untuk membawa hal-hal ini kepada kita dan mengambilnya sesuai keinginanNya. Kita dapat belajar dari respon Ayub yang kehilangan anugerah yang dia telah terima dari Allah, “Tuhan yang memberi dan Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan” (Ayub 1:21). Tetapi ada satu hal yang tidak akan Allah ambil dari kita, satu hal yang dunia tidak dapat sentuh, dan itu adalah hak kita untuk menjadi anak-anak Allah (Yoh 1:12). Hubungan kita dengan Bapa surgawi kita tidak akan pernah diambil dari kita.  Tidak ada – bukan kematian, maupun hidup, maupun malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, maupun hal-hal sekarang, maupun hal-hal yang akan datang, maupun kekuasaan, maupun ketinggian, maupun kedalaman, maupun sesuatu hal lain yang diciptakan yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah (Roma 8:38-39). Kita dapat beristirahat dengan aman mengetahui bahwa kebijakan, kekuasaan dan kekayaan dapat datang dan pergi, Allah selalu beserta kita. Secara jelas, anugerah terbesar yang Allah berikan kepada kita yang tidak akan diambil dari kita adalah diriNya sendiri. Ini berarti mengenal dan memahami Dia adalah sangat penting.

Yeremia menulis kata-kata ini sebagai kekuatan dan tentara Babilonia yang mengumpulkan kekuatan dan akhirnya datang dan menghancurkan Yerusalem. Kemana kita berlari ketika kita mengalami kesukaran dan kesulitan? Kemana kita berlari ketika kita menghadapi tantangan yang tidak dapat dihentikan, dikalahkan? Pada zaman Yeremia, ketika mereka melihat kekuatan Babilonia, mereka akan tergoda untuk berlari pada ketiga hal ini – kebijakan, kekuasaan, kekayaan. Mereka mempercayai bahwa ketiga hal ini akan membantu mereka, ketiga hal ini akan menyelamatkan mereka, ketiga hal ini akan mengatasi musuh mereka dan membawa kemenangan. Apakah ini sama seperti kita hari ini? Apakah kita bersikap sama seperti bangsa Israel? Ketika kita mengalami kesukaran dalam kehidupan kita, apakah kita berlari kepada kebijakan, kekuasaan, kekayaan, atau apakah kita berlari kepada Allah? Yeremia dengan berani menyatakan bahwa pada waktu penderitaan, tertekan dan kesukaran, hal yang paling penting adalah mengenal Allah. Kita harus belajar untuk melekat kepada Allah dan mempercayaiNya di tengah-tengah tantangan dan penderitaan kita.

Berhati-hati dengan masa kemakmuran dan kelimpahan

Tetapi itu bukan hanya kesulitan yang membuat kita berpaling dari Allah dan mempercayai hal-hal duniawi. Masa kemakmuran bisa menjadi berbahaya. Bahkan Musa memperingatkan hal ini ratusan tahun yang lalu sebelum Yeremia dalam kitab Ulangan:

  • Ulangan 8:11-20 – Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya, dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, dan yang memimpin engkau melalui padang gurun yang besar dan dahsyat itu, dengan ular-ular yang ganas serta kalajengkingnya dan tanahnya yang gersang, yang tidak ada air. Dia yang membuat air keluar bagimu dari gunung batu yang keras, dan yang di padang gurun memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkan-Nya hatimu dan dicobai-Nya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya. Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. Tetapi jika engkau sama sekali melupakan TUHAN, Allahmu, dan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya, aku memperingatkan kepadamu hari ini, bahwa kamu pasti binasa; seperti bangsa-bangsa, yang dibinasakan TUHAN di hadapanmu, kamupun akan binasa, sebab kamu tidak mau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.”

Kita dapat melihat dari ayat-ayat ini bahwa kekayaan, kemakmuran dan kelimpahan dapat juga menyebabkan kita berpaling dari mengikuti Allah. Kita harus sadar akan resiko ini. Allah dapat memberi kita kebijakan, kekuasaan, kekayaan dan anugerah-anugerah ini dapat menggoda kita untuk berpaling dari Dia yang memberi hal-hal ini kepada kita. Kita tidak boleh membiarkan anugerah-anugerah yang kita terima dari Bapa surgawi kita menghancurkan hubungan kita denganNya.  Pemberian ini tidak lebih bernilai dari Dia yang memberikannya. Kita harus menjadi seperti Abraham dan pahlawan-pahlawan beriman besar yang selalu mengarahkan pandangan mereka kepada Sang Pemberi, bukan pemberian yang Dia berikan kepada kita.

Jadi baik selama masa kemakmuran dan kesulitan, hal yang paling utama bagi kita adalah mengenal Allah, menyerahkan hidup kita kepadaNya, hidup dalam ketaatan dan bertumbuh dalam hubungan denganNya. Kita harus belajar untuk tidak membuat kebijakan, kekuasaan, atau kekayaan menjadi prioritas nomor satu dalam kehidupan kita. Allah harus menjadi prioritas nomor satu kita. Mengenal Allah adalah hal yang paling berharga dan bernilai dalam kehidupan kita.

Aplikasi :

Prioritas apa yang Allah miliki dalam kehidupan kita? Apakah Dia nomor satu? Atau apakah kita mengejar hal-hal lain seperti kebijakan, kekuasaan atau kekayaan? Kita perlu mendapatkan hal-hal yang benar dalam urutan kehidupan kita. Berkomitmen untuk berpaling dari berhala-berhala duniawi dan memperlakukan Allah sebagai nomor satu, sebagai Tuhan dalam hidup kita.

Belajar untuk mempercayai Allah saja, bukan hal-hal dari dunia ini atau diri kita sendiri. Ijinkan Allah untuk membawa atau mengambil hal-hal dari kehidupan kita seperti kebijakan, kekuasaan, kekayaan menurut kehendakNya. Marilah kita memiliki doa yang sama seperti Yesus, “Bukan kehendak saya, tetapi kehendakMu (Matius 26:39)

Kembangkan rasa lapar yang sangat besar dan keinginan untuk lebih mengenal Allah dalam hidup kita. Setiap hari, marilah kita mengejarNYa, memperdalam hubungan kita denganNYa, dan bertumbuh dalam pengetahuan dan pemahaman kita tentang Dia. Ketika kita melakukan ini, kita mendapatkan lebih banyak pewahyuan, marilah kita menyerahkan diri lebih dari hidup kita kepadaNya, ijinkan Dia untuk merubah kita menjadi segambar dengan AnakNya Yesus. Ini adalah hal yang penting yang dapat kita lakukan.

%d blogger menyukai ini: