Kata dari bahasa Ibrani yang Yeremia gunakan disini untuk bermegah (halal atau hallel) adalah kata yang sama yang digunakan untuk memuji pada bagian lain dalam Perjanjian Lama. Kata yang sama digunakan sebagai acuan untuk memuji Tuhan, paling sering digunakan dalam Mazmur. Kita mendapatkan kata ‘Haleluya’ atau ‘Puji Tuhan’ dari bahasa Ibrani ini. Jadi bermegah adalah ekspresi lain dari penyembahan. Apa yang kita puji dan sembah dalam kehidupan kita? Apakah diri kita sendiri? Prestasi-prestasi kita? Hal-hal yang ada di dunia ini? Apakah kita memuji kebijakan, kekuasaan dan kekayaan? Ataukah kita hanya memuji dan menyembah Tuhan?
Kata dari bahasa Ibrani juga menunjukkan bahwa memegahkan atau memuji adalah verbal. Ini berarti jika kita mempunyai hubungan dengan Tuhan, jika kita mengenal Tuhan, harus ada ungkapan verbal, suatu pernyataan verbal kepada orang lain. Jika kita mengenal Tuhan kita tidak tahan untuk memberitahu orang lain mengenai Tuhan. Kita berkeinginan untuk membuat-Nya dikenal oleh orang lain. Daripada memberitahu orang lain mengenai kebijakan, kekuasaan atau kekayaan kita, kita akan memberitahu mereka mengenai Tuhan. Hubungan dengan Tuhan ini tidak dimaksudkan untuk dirahasiakan tetapi dimaksudkan untuk dibagikan kepada orang lain sehingga mereka juga mempunyai hubungan dengan-Nya.
Apakah kita memegahkan diri dalam Tuhan atau dalam diri kita sendri?
Tuhan menantang kita untuk tidak memegahkan diri atau menyembah kepada 3 hal ini – kebijakan, kekuasaan, kekayaan. Memegahkan diri tampaknya menjadi karakteristik khas duniawi. Keinginan kita untuk menjadi nomor satu dan agar orang lain mengenal kita, kita memegahkan diri terhadap orang lain. Lihatlah kebijakanku! Saya mempunyai gelar ini dan saya belajar di universitas itu. Lihatlah kekuasaanku! Lihatlah posisi dimana saya mempunyai pengaruh. Saya adalah bos dari ini atau kepala eksekutif itu. Lihatlah kekayaan dan kemakmuran saya – mobil saya yang bagus, pakaian saya yang bagus, rumah saya yang bagus. Saya bepergian ke negara-negara yang eksotis dan menginap di hotel-hotel yang mewah. Kita menginginkan orang lain memandang dan mengenali kita. Hal itu memberi kita nilai, membuat kita merasa penting. Tetapi Tuhan berkata bahwa hal ini sia-sia. Mengapa bermegah dalam hal kecil, prestasi-prestasi yang menyedihkan yang dapat diambil dalam sekejap? Lebih baik bermegah dalam hal-hal yang kekal, hal-hal yang bertahan selamanya, hal-hal yang tidak dapat diguncangkan. Lebih baik bermegah di dalam Tuhan daripada bermegah terhadap hal-hal yang mungkin hari ini ada disini tetapi besok hilang.
Bagaimana kita bisa bermegah dalam hal ini seolah-olah tangan kita sendiri telah mencapai mereka, seolah-olah yang kita lakukan berdasarkan usaha kita sendiri. Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang (Yakobus 1:17), baik bagi orang benar dan orang yang tidak benar (Matius 5:45). Raja Babilonia Nebukadnezar (raja yang sama yang menaklukkan Yerusalem pada kitab Yeremia!) bermegah dalam kekuasaannya dan dia sendiri mendirikan suatu kota Babilonia yang hebat untuk kemuliaannya (Daniel 4:28-33). Tuhan menegurnya, menyatakan bahwa Dia sendiri adalah penguasa dari seluruh bangsa dan memberikan kerajaanNya kepada siapa pun yang Dia inginkan. Sebagai hasilnya, untuk jangka waktu tertentu Raja Nebukadnezar menjadi gila dan hidup seperti seekor sapi di ladang. Tidak ada prestasi dalam kehidupan kita yang bisa kita banggakan apabila kita mencapainya dengan kebijakan kita sendiri, kekuatan kita sendiri, kekayaan kita sendiri. Dalam semua prestasi-prestasi kita, kita harus mengenali bantuan Tuhan, keterlibatanNya dan setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna datangnya dari Dia. Tanggapan kita tidak bermegah pada diri kita sendiri tetapi berterima kasih dan memuliakan Tuhan.
Memegahkan diri tampaknya tidak menjadi sikap yang saleh. Hal ini sering dikaitkan dengan harga diri dan kesombongan. Memegahkan diri adalah sikap melihat saya, untuk mereka yang tidak aman tentang identitasnya di dalam Tuhan. Tetapi untuk mereka yang mengetahuinya, kita tidak akan memegahkan diri kita sendiri. Kita hanya akan memegahkan diri di dalam Tuhan dimana kita mendapatkan rasa aman, nilai kita, arti diri kita. Apakah setiap orang memperhatikan kita? Itu tidak masalah . Tuhan selalu memperhatikan kita. Dia dekat secara tidak terbatas dan peduli secara mendalam setiap detil dari kehidupan kita. Dia melihat penderitaan-penderitaan kita, setiap tindakan ketaatan, setiap tindakan kesetiaan, setiap tindakan kasih yang kita lakukan untukNya. Dia sangat mengasihi kita dan peduli terhadap kita sehingga Dia mati di kayu salib untuk kita. Kita telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar (1 Korintus 6:20, 7:23), oleh karena itu kita sangat berharga. Ini adalah Tuhan yang layak menerima semua kemuliaan. Ini adalah Tuhan yang kita megahkan.
Siapakah yang kita percaya – Tuhan atau diri kita sendiri?
Memegahkan diri secara Alkitabiah memahami bahwa sebagai manusia saya tidak memiliki apapun untuk dibanggakan. Saya adalah debu, hanya uap yang hari ini ada disini dan besok hilang. (Yakobus 4:14). Tetapi ketika kita melihat Tuhan, kita melihat kasihNya yang besar, kekudusanNya yang tidak terbatas, kebijakanNya, kekuasaanNya. Kita melihat kasih karuniaNya yang tidak terbatas dengan merendahkan diriNya mengambil tempat kita dan mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita. Kita melihat kelemahlembutanNya, kepedulianNya, belas kasihanNya, bahwa Dia adalah Bapa yang baik. Ketika kita mendapatkan pewahyuan ini mengenai siapa Tuhan sebenarnya, kita tidak tahan untuk berbangga tentang betapa hebatNya Dia dan memberikan semua kemuliaan kepada-Nya.
Memegahkan diri juga terkait dengan kepercayaan diri. Kepada siapa kita menaruh rasa percaya diri kita – Tuhan atau diri kita sendiri? Ketika kita menaruh rasa percaya diri pada diri kita sendiri – pada pengalaman kita, kecerdasan kita, kekuatan kita, kekayaan kita, kemampuan-kemampuan – kita cenderung untuk memegahkan diri kita sendiri. Tetapi seorang pengikut Kristus menyadari bahwa semua yang kita miliki berasal dari Tuhan. Kepercayaan diri bukan pada diri kita sendiri karena kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia belaka, hanya uap, dan setiap talenta-talenta atau berkat-berkat yang kita terima dari Tuhan dapat diambil dengan mudah. Kita melihat bahwa itu merupakan kebodohan untuk menempatkan kepercayaan pada diri kita sendiri dan memegahkan diri kita sendiri. Tetapi sebagai pengikut Kristus, kita menempatkan kepercayaan diri kita di dalam Tuhan – kebijakanNya, kekuasaanNya, penyediaanNya. Oleh karena itu kita memegahkan diri di dalamNya.
Contoh dari 1 Korintus – Jangan memegahkan diri dalam statusmu
Paulus mengutip bagian ini dua kali dari Yeremia dalam suratnya kepada jemaat di Korintus. Dia menggunakannya dalam 1 Korintus 1:31. Jemaat di Korintus suka membanggakan status dan kebijakan mereka. Mereka suka memegahkan diri mereka dan menunjukkan betapa pentingnya mereka. Beberapa orang bermegah akan hubungannya dengan orang terkenal atau orang yang berkuasa. Sikap ini jelas di gereja karena beberapa orang bermegah akan dukungannya terhadap Paulus, atau Apollo, atau Petrus, atau Kristus sendiri (1 Korintus 1:12). Paulus dengan jelas mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang bermegah terhadap status atau posisi mereka – gereja tempat mereka pergi, gelar yang mereka miliki, dengan siapa mereka dekat, seberapa banyak kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, seberapa besar jemaat mereka. Segala sesuatunya berasal dari Tuhan dan suatu pemberian dari Tuhan oleh anugerah Tuhan.
Seluruh sikap memegahkan diri ini muncul dari suatu keinginan orang-orang yang berkata “Lihatlah saya! Perhatikan saya! Lihatlah betapa hebatnya saya! Lihatlah betapa pentingnya saya.” Itu muncul dari suatu sikap sombong yang berakar pada rasa tidak aman yang mendalam. Seringkali memegahkan diri hanya bukti dari ketidakamanan dalam hidup seseorang. Tetapi ketika kita mengenali bahwa identitas kita sebagai anak –anak Allah dan bahwa nilai dan arti diri kita berasal dariNya, kita dapat beristirahat dalam rasa aman. Kita tidak perlu berusaha dan membuat diri kita terlihat berharga, penting atau berarti. Karena saya adalah anak Allah, saya berharga, penting dan berarti. Ketika kita mengerti ini, kita menanggapinya dengan ucapan syukur kepada Tuhan dan memuliakanNYa.
Contoh dari 2 Korintus – Memegahkan diri dalam kelemahan kita
Paulus mengutip ayat ini lagi pada 2 Korintus 10:17. Pada surat ini dia menghadapi beberapa guru atau rasul yang menganggap diri mereka sangat penting dan sangat rohani. Mereka menampilkan diri mereka seperti rasul-rasul. Mereka memegahkan diri mereka, kebijakan mereka, kemampuan mengajar mereka, talenta rohani mereka, pelayanan mereka. Paulus bisa saja dengan mudah memegahkan diri mengenai hal yang sama. Tetapi Paulus berkata bahwa kita tidak boleh memegahkan diri dalam pelayanan kita kepada Tuhan. Kita hanya memegahkan diri di dalam melayani Tuhan. Kita tidak memuji diri kita sendiri melainkan Tuhan sendiri yang memuji diri kita.
Pada bab 11 Paulus melanjutkan jika dia perlu memegahkan diri, dia akan bermegah dalam kelemahannya, bukan kekuatannya. Ini menarik bahwa dalam Yeremia 9:23, kata yang berasal dari bahasa Ibrani kekuatan (geburah) dapat juga diterjemahkan sebagai kemenangan atau prestasi. Kita tidak bermegah dalam kemenangan-kemenangan dan prestasi-prestasi kita tetapi di dalam Tuhan yang memberikan kita kemenangan ini. Orang-orang di Korintus suka membanggakan prestasi-prestasi mereka, kesuksesan mereka, kemenangan mereka. Paulus melakukan yang sebaliknya. Paulus berkata kita bermegah terhadap kelemahan kita, ketidakmampuan kita, kekalahan kita. Paulus bermegah terhadap hal-hal yang menurut orang-orang Korintus biasanya memalukan – dia dipukuli berkali-kali, dipenjara berkali-kali, sering pergi tanpa makanan, karam kapal, berkali-kali dalam bahaya, sekali dilempari batu dan ditinggal mati. Dia berakhir dengan suatu cerita, bukan kemenangan tetapi rasa malu, bagaimana dia diturunkan dalam keranjang ketika menuruni tembok Damascus untuk melarikan diri.
Jemaat di Korintus menuntut surat rekomendasi, suatu daftar kualifikasi mengapa Paulus harus menjadi rasul mereka (meskipun Paulus sendiri telah menanam gereja di Korintus!). Paulus membagikan kualifikasi-kualifikasinya, tetapi daftar yang dia bagikan biasanya menjadi alasan mengapa dia tidak menjadi rasul mereka. Dia menghitung kembali kekalahan-kekalahan dan kelemahan-kelemahannya. Dia menyebutkan kualifikasi-kualifikasi bahwa jemaat Korintus seharusnya malu. Mengapa? Karena Paulus berkata ketika dia lemah kemudian dia kuat (2 Korintus 12:10). Melalui kelemahannya, ketidakmampuannya, pergumulannya kuasa Tuhan dapat dinyatakan secara sempurna. Kuasa Tuhan dapat ditunjukkan kepada orang lain. Ketika Paulus merangkul ketidakmampuannya, Tuhan dapat menunjukkan kemampuannya yang besar. Ketika Paulus menyadari bahwa tidak ada kekuatan lagi, bakat atau kemampuan yang membuatnya tergantung pada kehidupannya, lalu Tuhan datang dan menunjukkan kebesaranNya yang melebihi kekuasaanNya. Kita dapat melihat melalui hal ini bahwa Tuhan dimuliakan, bukan Paulus. Bahkan kita melihat lebih lagi melalui hal ini alasan mengapa kita memegahkan diri di dalam Tuhan dan bukan melalui diri kita sendiri.
Bermegah dalam Kayu Salib Kristus
Contoh lain memegahkan diri menurut Alkitab dari Perjanjian Baru, Paulus menyatakan bahwa dia tidak akan bermegah kecuali pada kayu salib Tuhan kita Yesus Kristus (Galatia 6:14). Paulus tidak akan bermegah dalam tindakan yang besar atau pun laki-laki lain tetapi dalam tindakan Tuhan yang besar. Pada masa pemerintahan Roma, tidak seorang pun yang bermegah di kayu salib. Orang-orang hampir tidak pernah menyebutkan hal itu. Itu adalah simbol sakit hati, penderitaan, rasa malu, dikutuk, teror yang besar. Itu adalah simbol kekalahan besar. Namun, entah bagaimana melalui kekalahan yang menghancurkan Tuhan mencapai kemenangan terbesar atas musuh besar kita – Setan, dosa dan kematian. Melalui kekalahan yang nyata dan melalui kelemahan yang nyata dari Mesias, kita mengalami kesembuhan, pemulihan, kebebasan.
Melalui kayu salib dunia disalibkan bagi kita dan kita bagi dunia. Jadi kita tidak lagi mengejar atau bermegah pada hal-hal duniawi – kebijakan, kekuasaan, kekayaan. Kita tidak lagi membuat hal-hal ini menjadi prioritas kita. Kita tidak lagi menaruh kepercayaan diri kita pada hal-hal ini. Tetapi kita membuat Yesus sebagai prioritas kita. Kita membuat Dia menjadi nomor satu di dalam kehidupan kita. Kita mengenali kekuasaanNya di dalam kehidupan kita. Kita menaruh kepercayaan diri kita di dalam Dia dan apa yang Dia lakukan di kayu salib. Kita mati bagi dunia dan hidup bagi Kristus. Karena hal ini kita juga bermegah di kayu salib. Karena hal ini kita juga tidak bermegah kita sendiri atau hal-hal dari dunia ini, tetapi hanya di dalam Tuhan.
Aplikasi :
Apa yang menjadi nomor satu di dalam kehidupan kita? Apa yang kita puji dan sembah? Dimana kita menaruh kepercayaan diri kita? Darimana kita mendapatkan rasa aman? Jawabannya hanya Tuhan saja. Kita harus belajar untuk menaruh kepercayaan diri kita hanya di dalam Tuhan dan tidak menurut kemampuan kita. Kita harus belajar untuk merasa aman di dalam identitas kita sebagai anak Allah.
Jangan kita berdiam diri mengenai Tuhan yang besar dan mengagumkan. Hubungan ini tidak dimaksudkan untuk disimpan bagi diri kita sendiri. Marilah kita belajar untuk membiarkan orang lain mengetahui betapa hebatNya Dia, kemampuanNya yang besar, kasihNya yang luar biasa, dan tindakanNya yang mengagumkan dengan pengorbananNya di kayu salib.
Marilah kita bertobat dari harga diri dan kesombongan kita. Marilah kita menanggapi dengan rasa syukur kepada Tuhan bahwa apa yang kita miliki – setiap pemberian, setiap kecakapan, setiap berkat, setiap kemampuan – datangnya dari Dia. Marilah kita belajar untuk menghargai kelemahan-kelemahan dan ketidakmampuan kita dan bahkan kekalahan kita sehingga kita memungkinkan kebesaran Tuhan yang melebihi kekuasaanNya bersinar melalui hidup kita.
Marilah kita bertanya kepada Tuhan tentang pewahyuan yang besar di kayu salib, seperti Paulus kita hanya bermegah di kayu salib dan tidak melalui diri kita sendiri atau hal-hal dari dunia ini. Suatu pewahyuan yang besar dari kayu salib akan membantu kita untuk mendapatkan prioritas yang tepat di dalam hidup kita.